Senin, 22 Februari 2010

Keindahan Danau Toba


OBJEK WISATA MENAWAN TAPI MERANA

DANAU TOBA
danauToba-byTitin.jpg

Catatan : Mayjen Simanungkalit

Sejarah Danau Toba

DANAU TOBA, siapapun pasti mengenalnya. Danau yang mengurung pulau Samosir ini tercatat menjadi tujuan utama wisatawan manca Negara setelah Bali dan Yogyakarta.

Konon, Danau Toba merupakan danau air tawar terbesar di dunia. Maklum, danau ini memiliki luas 110.260 hektare dan berada di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut.

Menurut sejarah, danau ini terbentuk karena letusan supervolcano sekitar 75 ribu tahun silam. Setelah letusan terjadi, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan menjadi danau. Tekanan ke atas oleh magma yang belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir.

Karenanya, Pulau Samosir juga dikenal sebagai pulau vulkanik. Samosir menjadi pulau dalam pulau. Itu sih kata sejarah.

Jika wisatawan berjalan-jalan di siang hari mengitari pinggiran Danau Toba, seperti di Ambarita, Kecamatan Simanindo, nampak benar betapa kawasan ini bekas ledakan dahsyat ribuan tahun silam.

Khusus pulau Samosir, dapat dilalui dari dua jalur yakni lewat darat di Tanoponggol dan lewat jalur kapal penyeberangan. Akses paling dekat dari Parapat, menggunakan kapal feri 45 menit dari dermaga Ajibata. Waktu tempuh 45 menit akan lebih singkat menjadi 10 menit bila menggunakan speed boat.

Sudah sejak lama kawasan ini menarik perhatian pelancong domestik dan mancanegara. Tidak saja karena kondisi Danau Toba yang menawan, tapi juga keindahan alam pulau Samosir itu sendiri.

Bukit-bukit yang gundul di pinggiran danau, Nampak dipenuhi batu-batu cadas. Diselah-celah perbukitan dengan danau itulah warga bertani dan beternak.

Komponis Batak Nahum Situmorang pernah menggambarkan dalam lirik lagunya tentang pulau Samosir. …..Gok disi hassang/nang eme/nang bawang/rerakdo pinahan didoloki….(Banyak disana kacang,padi bawang dan ternak berserak diperbukitan).

Samosir telah menjadi Kabupaten sejak Januari 2004.Sebelumnya,pulau ini merupakan bagian dari Kabupaten Tapanuli Utara. Lalu menjadi bagian dari Kabupaten Toba Samosir setelah Tapanuli Utara dimekarkan dan Januari 2004 menjadi kabupaten tersendiri yakni Kabupaten Samosir.

Kabupaten Samosir terdiri atas 9 kecamatan, yaitu Pangururan (Ibukota Kabupaten), Harian,Sianjur Mulamula, Nainggolan, Onan Runggu, Palipi, Ronggur Nihuta, Simanindo,dan Sitio-Tio.

Pekan lalu selama empat hari, penulis berkesempatan mengunjungi Samosir dan menginap di Hotel Sanggam desa Ambarita Kecamatan Simanindo. Banyak hal yang perlu dicatat selama berada di daerah itu. Paling menarik adalah tentang objek wisata dimilikinya. Tulisan ini paling tidak menjadi oleh-oleh penulis kepada pembaca.

Penulis merasa beruntung dapat berkunjung ke Samosir dan menginap di Hotel yang lokasinya berada di bibir danau Toba. Pagi dan sore, penulis berkesempatan menikmati keindahan danau dan pemandangan menawan di sekitarnya.

Seorang seniman Samosir juga pemilik Roy Gallery di Tuk Tuk, Oloan Manurung, berbaik hati membawa penulis berkeliling di kawasan pinggiran Danau Toba, menaiki mobil antik hasil rancangannya sendiri.

Dengan pelukis andal yang namanya kesohor ke seluruh penjuru dunia itu, penulis berkesempatan menikmati keindahan Samosir dan danau Toba termasuk di malam hari.

Kejayaan Sudah Berakhir

Menikmati wisata Samosir dan danau Toba di malam hari, memiliki kenikmatan tersendiri. Di bawah temaran bulan purnama yang mengintip di celah pohon pinus di puncak bukit pulau Samosir, keindahan alam Samosir tidak bisa dilukiskan.

Namun selama tiga hari di sana, sesungguhnya malam hari di Ambarita dan Tuk Tuk sangat sunyi. Walau kedua kawasan wisata tersebut terdapat lebih dari 25 penginapan dengan jumlah rata-rata 50 kamar, namun tidak ditemukan gemerlapnya lampu.

Harus dicatat, walau malam baru menunjukkan pukul 23.00 WIB, restoran dan hotel-hotel telah tutup. Ruas jalan dari Ambarita ke Tuk Tuk misalnya, pada malam seperti itu malah sudah sepi dan gelap. Sangat gelap.

Manurung mengatakan, masa kejayaan wisata Samosir dan danau Toba sudah berakhir. Jumlah wisatawan domestik dan mancanegara ke daerah tersebut, menurun drastis. Dimulai sejak krisis moneter menimpa Indonesia tahun 1998.

Wakil Bupati Samosir Ober P Sagala SE dan mantan Kabag Infokom Drs Mangasi Situmorang kepada penulis juga pernah mengatakan, tingkat hunian hotel di Ambarita dan Tuk Tuk kini rata-rata dibawah 20 persen. Padahal, sebelumya mencapai diatas 60 persen.

Syukurlah, Pemkab Samosir kini sedang mendongkrak kehidupan wisata dengan berbagai program, agar tidak semakin turun hingga ke titik nol.

Oloan Manurung mengatakan, sepinya lokasi wisata di Samosir bermula dari gejolak nasional, bahkan global.Dimulai dari krisis moneter, kabut asap, teroris, ketidakpastian hukum sampai jatuhnya pesawat secara beruntun.

Saat tempat lain seperti Bali wisatanya sudah pulih, wisata di Sumatera Utara termasuk Samosir, masih sepi. Objek wisata Danau Toba dan Samosir cenderung tak kunjung pulih.

Pemulihan wista di Samosir juga lamban karena kurang gencarnya promosi wisata. Disamping itu, Samosir kurang atraksi budaya.

Dibanding dengan daerah wisata lain di tanah air seperti Bali dan Yogyakarta, kegiatan promosi wisata Danau Toba dan Samosir jauh ketinggalan. Pemprovsu dan Pemkab Samosir termasuk kabupaten yang berada di pinggiran Danau Toba belum memiliki tenaga promosi handal, yang mampu menjual objek wisata tersebut keluar negeri secara gencar dan efektip.

Disisi lain, perhatian pemerintah pusat juga dirasakan cukup minim terhadap pembangunan objek wisata Danau Toba dan Samosir.Kemungkinan terkait kurangnya putra Samosir berada pada level pengambil kebijakan di negeri ini. Akibatnya tidak heran jika wisatawan di kawasan Eropa dan Australia umumnya hanya mengenal Bali. Bahkan di tingkat kawasan Asia, promosi wisata Danau Toba dirasakan belum maksimal.

Kelebihan lain objek wisata Bali , hampir semua hotel dan restoran dimiliki para pejabat tinggi dan tokoh berpengaruh di Jakarta. Sedangkan hotel dan warung di Samosir umumnya dimiliki putra daerah setempat, baik yang berada di Medan maupun di Bona Pasogit (kampung halaman).

Dampaknya, ketika kebijakan pemerintah diterapkan dalam hal promosi wisata, secara otomatis yang dipromosikan hanya Bali. Tentu para pejabat tinggi dan tokoh berpengaruh di Jakarta yang menanam investasi di Bali, hanya akan mempromosikan pulau Bali.

Kelompok pemodal ini tentu dengan jaringan yang bisa mengakses dunia luar secara efektip, leluasa mengobral wisata Bali dengan berbagai cara. Sedangkan pulau Samosir dan Danau Toba sengaja tidak mereka promosikan, sebab akan menjadi saingan bagi investasi yang meraka tanam di bali. Bahasa paling ekstrim adalah : orang Jakarta tidak rela objek wisata Pulau Samosir dan Danau Toba berkembang.

Harus Berbenah

Kondisi wisata Danau Toba dan Samosir memang sudah terpuruk. Namun tentu kondisi ini tidak boleh dibiarkan begitu saja tanpa ada upaya untuk membangkitkannya. Pemkab Samosir harus segera berbenah dengan melakukan promosi gencar ke luar negeri. Karena jika promosi tidak dilakukan, Samosir dan danau Toba akan tetap menjadi objek wisata menawan tapi merana.Dia tetap seperti gadis anggun yang tidak digoda pri pujaan.

Bagi Pemkab Samosir, danau Toba adalah kehidupan. Karenanya objek wisata menjadi andalan utama focus program pembangunannya. Potensi putra daerah yang tersebar dihampir seluruh penjuru dunia, harus diberdayakan sebagai jaringan sistematis untuk mempromosikan wisata tersebut. Buktikan Danau Toba dan Samosir sebagai objek wisata yang aman dan nyaman.

Pemkab harus bekerja keras menghidupkan kembali sektor wisata secara serius, karena bangkitnya kembali wisata akan mengimbas ke ragam sektoral di Samosir. Keuntungan langsung yang direguk masyarakat setempat adalah perputaran sektor-sektor riil. Meningkatnya produksi dan penjualan souvenir,restoran yang menjamur, atau penyerapan tenaga kerja lokal adalah sebagian imbas atas keberhasilan wisata ini.

Dibalik itu semua, Pemkab Samosir tidak boleh tinggal diam untuk mencari dan menerapkan konsep baru kepariwisataan. Tentu upaya menggandeng investor khususnya jaringan biro perjalanan nasional dan internasional harus getol dilakukan agar bersedia menjual objek wisata Samosir dan Danau Toba.

Sudah saatnya Danau Toba dijual dengan konsep yang lebih modern.Antara lain, dengan membidik turis mancanegara dengan memasarkannya lewat networking berbagai lembaga wisata dunia.

Tentu pasilitas pendukung wisata Danau Toba harus dilengkapi dengan suasana internasional dengan kombinasi lokal.

Sebaliknya karakter masyarakat Samosir harus dirubah dalam menyikapi perubahan sebagai konsekwensi sebuah daerah objek wisata. Dengan perubahan karakter itu, diharapkan wisatawan merasa nyaman selama berada di Samosir. “Everyone’s been really great here, kami merasakan kenyamanan disini”.

Satu upaya untuk ini, tentu Pemkab harus menyiapkan lahan, mempermudah perizinan dan menyediakan media promosi yang dapat mengakses dunia internasional. Ketergantungan Pemkab Samosir atas DAU/DAK tentu harus segera ditinggalkan dengan cara merintis berbagai peluang pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pariwisata.

Samosir harus segera bangkit sesuai mottonya : Berjuang mewujudkan kesucian dan kemasyhuran bangsa. Bisakah itu lae ? Kita yakin, Samosir bisa melakukan itu.*